You are currently viewing Masuk Surga Sekeluarga

Masuk Surga Sekeluarga

Dr. Anas Burhanuddin, M.A.

Berkumpulnya keluarga pada kesempatan Idul Fitri setelah sekian lama berpisah, kembali mengingatkan kita akan agungnya kebahagiaan hidup bersama orang-orang kita cintai. Jika kita merasakan kebahagiaan dari kebersamaan keluarga di dunia, tentunya kita juga menginginkan kebersamaan di akhirat kelak. Pertanyaannya, bisakah kita menggapai impian itu? Sementara kita mengetahui bahwa tidak semua umat Nabi Muhammad –shallallah ‘alaih wasallam- akan masuk surga, dan yang masuk surga akan ditempatkan di tingkat-tingkat yang berbeda sesuai amalan masing-masing?

Jawaban pertanyaan ini adalah firman Allah Ta’ala dalam Surat ath-Thur ayat 21:

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ.

“Dan orang-orang yang beriman yang diikuti oleh keturunan mereka dengan keimanan, kami akan ikutkan keturunan mereka bersama mereka, dan kami tidak akan kurangi sedikitpun amalan mereka.”

Ayat di atas menunjukkan bahwa orang tua bisa menguntungkan anak-anak mereka di akhirat. Sebaliknya anak juga bisa membawa kebaikan dan memberikan syafaat untuk orang tua mereka di akhirat kelak, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat Ibnu Majah, dari Abu Hurairah bahwa Nabi –shallallah ‘alaih wasallam- bersabda:

إِنَّ الرَّجُلَ لَتُرْفَعُ دَرَجَتُهُ فِي الْجَنَّةِ فَيَقُولُ: أَنَّى هَذَا؟ فَيُقَالُ: بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ

“Sungguh seseorang akan diangkat derajatnya di surga. Maka ia bertanya, Tuhanku, bagaimana aku bisa sampai di derajat tinggi ini? Allah menjawab, karena istighfar anakmu untukmu.”

Maka tidak ada perkara yang bisa diwariskan kepada anak-anak kita, yang lebih baik dari kesalehan. Dan tidak ada perkara yang bisa kita hadiahkan untuk orangtua kita, yang lebih baik dari kesalehan.

Ayat di atas menjelaskan bahwa untuk bisa bersama-sama di surga, kita harus mewujudkan 2 syarat:

  1. Orang tua harus beriman. Syarat ini menuntut kita untuk memeluk Islam dan istiqamah di atas jalan hidayah ini sampai kita meninggal.
  2. Anak-anak harus mengikuti orang tua dengan iman, dan tidak boleh meninggal di atas kekufuran.

Adapun jika ada di antara keturunan atau orang tua kita yang keluar dari Islam, maka anak tidak lagi bisa memberikan syafaat kepada orang tua, sebagaimana Nabi Ibrahim tidak bisa menolong ayah beliau, dan orang tua tidak bisa memberikan syafaat untuk anaknya, sebagaimana Nabi Nuh tidak bisa menyelamatkan putra beliau.

Kedua syarat di atas sekilas tampak mudah, namun pada hakikatnya tidak mudah. Karena tidak ada jaminan bahwa kita akan terus di atas jalan Islam sampai wafat. Juga karena keluar dari Islam tidaklah semata-mata terjadi dengan menghapus kata Islam di KTP kita dan menggantinya dngan agama lain. Keluar dari Islam bisa terjadi karena terjerumus dalam dosa-dosa pembatal keislaman, padahal KTP kita masih Islam. Di antara pembatal keislaman ini

  1. Berbuat syirik (menyekutukan Allah), misalnya dengan menyembah selain Allah, berdoa kepada orang yang sudah meninggal, menyembelih untuk kuburan, dsb.
  2. Praktek sihir dan percaya pada dukun.
  3. Mengolok-olok Allah, Nabi Muhammad atau ajaran Islam.
  4. Menurut sebagian ulama , meninggalkan shalat juga membuat orang keluar dari Islam.

Jika kita berharap berkumpul dengan keluarga kita di surga, kita harus bekerja sama untuk mewujudkan dua syarat di atas. Berdoa agar bisa istiqamah di atas Islam, dan jangan sampai ada yang jatuh dalam kesalahan-kesalahan fatal ini. Dan apa yang telah disebutkan di atas hanyalah sebagian saja, masih ada pembatal-pembatal keislaman yang lain yang wajib diketahui setiap muslim. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua untuk bisa mewujudkannya. Amin.

Tinggalkan Balasan